Cerita ini berawal saat Dika bercerita tentang pertemuannya dengan seorang cewek yang pernah ditaksirnya pada masa SMA, namanya Ina. Setelah sebelumnya sukses mengajak jalan cewek ini (diceritakan di bab Pertemuan Pertama dengan Ina Mangunkusumo), kebiasaan itu terus berlanjut tanpa ada kesan – kesan berarti bagi Ina. Mereka pun berpisah karena Dika harus kuliah di Adelaide. Sampai kemudian mereka bertemu kembali. Pada pertemuan mereka kemudian, Ina sudah bekerja di sebuah Event Organizer dan Dika telah menjadi penulis. Mereka melakukan pertemuan seperti dahulu.
Di kesempatan
itu, Ina curhat dengan Dika tentang Anto, cowok yang selalu diceritakan Ina ke
Dika pada masa SMA dulu dan Ina ternyata masih menyimpan perasaan kepada Anto.
Sampai akhirnya Anto bilang ke Ina kalau dia sudah punya pacar, saat itu Ina
mulai sadar akan keberadaanya.
Sebenernya di
pertemuan ini Dika ingin memberi tau Ina kalau dia lagi membuat buku baru,
yaitu Marmut Merah Jambu yang akan ada bab tentang perasaan cintanya tak
terbalas pada Ina yang nggak pernah tau. Saat itu, Dika dibilang berada dalam
keadaan bingung untuk mengambil keputusan bagaimana caranya untuk memberi tau
Ina.
Akhirnya Dika
mangatakannya juga pada Ina. Tapi sebelum selesai bercerita…
‘…Di salah
satu bab buku ini ada cerita tentang cewek yang gak pernah bisa gue dapetin.’
Ina menaikkan
alisnya, mulutnya kebuka setengah, lalu dia ketawa sekenceng – kencengnya,
‘HAHAHAHAH! Cinta tak terbalas? Serius? Lo ngapain peke nulis gituan segala
sih?’
Muka Ina
berubah jadi merah. Seolah – olah dia baru diceburkan ke dalam kuali. Sedangkan
muka gue juga berubah jadi merah. Solah – olah gue ikutan nyebur dalam kuali,
belepotan minta tolong.
“Bukan sama
gue kan? Hahahahahah!” Ina ngomong ngasal.
“Eeeeeeerrr
yah bukan, masa sama elo, bukan, iya lah bukan, hahahahah bukan hahahahah, gak
segitunya, ge’er lo!” gue mulai meracau. Kampret……
Ina menghela napasnya. Dia berkata, ‘Lo tau gak sih. Menurut gue
pemikiran yang bilang, “kita hanya bisa sempurna jika ketemu dengan soulmate kita” itu pemikiran yang jahat
banget.’
‘Maksudnya?’
‘Gini lho,’ kata Ina. Sekarang dia melihat ke mata gue tajam.
‘Kenapa kita baru bisa dibilang komplit dengan kehadiran orang lain itu? Kenapa
gak dengan kehadiran sebuah barang, atau…atau hobi, baru kita dibilang komplit?
Kenapa harus dihubungkan dengan orang lain? Kenapa kesempurnaan hidup kita, sebagai
manusia, harus ditandai bahwa kita udah bisa ketemu
dengan soulmate kita?’
Bener juga
sih… Bagaimana dengan para jomblo abadi, yang mungkin mati sendirian? Bagaimana
dengan orang yang memilih untuk tidak pernah mencintai orang lain? Atau, ini
yang paling parah: bagaimana dengan orang yang cintanya selalu bertepuk sebelah
tangan?
Unrequited
love (cinta tak terbalas), adalah hal yang paling bisa bikin kita ngis tanah.
Untuk tau kalau cinta kita tak terbalas, rasanya seperti bahwa kita tidak
pantas untuk mendapatkan orang tersebut. Rasanya, seperti diingatkan bahwa
kita, memang tidak sempurna, atau setidaknya tidak cukup sempurna untuk orang
tersebut.
Cerita berakhir
dengan memberikan kita sesuatu momen perenungan yang intinya tentang keberadaan
seseorang yang takkan bisa kita lupakan sepenuhnya. Orang yang, (mengutip
Charlie Brown yang sangat suka selai kacang dari komik Peanuts) menghilangkan
rasa selai kacang Dari lidah kita. Buat Dika, Ina adalah orang yang
menghilangkan rasa selai kacang di lidahnya.
Yang awalnya
Dika ingin membocorkan rahasia isi bukunya, pada pertemuan itu pula Dika
mengurungkan niatnya sampai akhirnya buku ini terbit. Itulah hal ter-manis yang
Dika lakukan.
Kemudian bab yang akan di review (kutip) dalam resensi ini yaitu
bab terakhir yang menjadi favorit saya (peresensi). Di bagian bab Marmut
Merah Jambu inilah
kita bisa melihat sisi aslinya sang penulis Raditya Dika.
….Dia melihat
gue dan bilang dengan sungguh – sungguh, ‘Kita bakalan kayak gini terus, kan?’
‘Aku pengen
kita begini terus,’ kata gue, sambil mempererat genggaman gue.
Saat itu gue sadar, inilah apa yang coba gue (Dika) coba tulis di
buku Marmut Merah Jambu ini: tentang bagaimana manusia pacaran, tentang manusia
jatuh cinta, tentang gue jatuh
cinta. Dari mulai bagaimana jatuh cinta diam – diam, sampai naksir via chatting. Dari
mulai susahnya mutusin cewek, sampai ditaksir sama cewek aneh. Dari mulai kita
nembak cewe, sampai akhirnya membuat janji seperti lazimnya orang pacaran
lainnya, seperti: kita bakalan kayak gini terus.
Janji yang terkadang gak bisa ditetapi.
Dika memulai
buku ini dengan berusaha memahami apa itu cinta melalui introspeksi ke dalam
pengalaman – pengalaman Dika sendiri. Dan di halaman terakhir Marmut Merah
Jambu ini, Dika merasa… tetap tidak mengerti, sama seperti Dika memulai halaman
pertama.
Alih – alih seperti belalang, Dika merasa seperti seekor marmut
merah jambu yang terus – menerus jatuh cinta, loncat dari satu relationship (hubungan)
ke relationship yang
lainnya, mencoba terus berlari di dalam roda bernama cinta, seolah – olah maju,
tapi tidak… karena sebenarnya jalan di tempat. Seperti marmut yang tidak tau
kapan harus berhenti berlari di roda yang berputar.
download Ebooknya disini
download Ebooknya disini
0 komentar:
Posting Komentar